Sejenak aku melihat Folder dokumen blog, ya berisikan data-data mobile blog lamaku di prasetya18.mywapblog, ya blog itu adalah blog jaman aku masih nganggur dirumah dan belum punya laptop sebagai pelampiasan hasrat untuk menulis. memang sudah lama sekali blog itu tidak aku buka semenjak aku masuk kuliah ini, terakhir aku bhuka kemaren udah banyak banget sarang laba-labanya, bahkan saking parahnya ada gelandangan tidur di beranda dasbor ku. huehehehehe.
Cerita yang sangat menarik perhatianku di folder lama ku itu, berjudul "Kembalikan Tanganku Ayah" . yup, tu artikel yang aku pernah baca di pemulihanjiwa.com , artikel yang sangat menarik dan perlu temen-temen hayati sebagai bahan renungan menjalani hidup ini. Langsung saja, ini dia Artikelnya :
Kembalikan Tanganku, Ayah.....
kota-kota besar meninggalkan anak-anak
diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak
tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia
tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan
kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-
ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya,
ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman
rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan
ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya
diparkirkan mobil1. tetapi karena lantainya
terbuat dari marmer maka coretan tidak
kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-
anak ini pun membuat coretan sesuai dengan
kreativitasnya.
Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh
coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil.
Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya
sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain
sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu
berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan
suami istri itu melihat mobil yang baru setahun
dibeli dengan bayaran angsuran yang masih
lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk
ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa
ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga
beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan
lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali
lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia
terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.”
“Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-
tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh
manja dia berkata
“Dita yg membuat gambar itu
ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk
ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si
ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan
rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke
telapak tangan anaknya . Si anak yang tak
mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih
sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak
tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja,
seolah merestui dan merasa puas dengan
hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah
terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si
ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan
dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu,
pembantu rumah tersebut menggendong anak
kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan
belakang tangan si anak kecil luka-luka dan
berdarah. Pembantu rumah memandikan anak
kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia
ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit
menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak
kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu
tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan
harinya, kedua belah tangan si anak bengkak.
Pembantu rumah mengadu ke majikannya.
“Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak
kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar
pembantu. Si ayah konon mau memberi
pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si
ayah tidak pernah menjenguk anaknya
sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita
demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas.
“Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu.
Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk
kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita
dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah
memberitahukan tuannya bahwa suhu badan
Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke
klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya
itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah
dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya
sangat serius. Setelah beberapa hari di rawat
inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
“Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang
mengusulkan agar kedua tangan anak itu
diamputasi karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi
menyelamatkan nyawanya maka kedua telapak
tangannya harus diamputasi” kata dokter itu. Si
bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar
mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti
berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat
hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah
bergetar tangannya menandatangani surat
persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang
bedah, selepas obat bius yang disuntikkan
habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut
kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya.
Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia
mengerutkan dahi melihat mereka semua
menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si
anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita
tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi…
Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya
berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan
rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..”
katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa
diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya
lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?
… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita
janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ”
katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-
raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah
terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi
sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik
itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan
dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah
minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua
tersebut menahan kepedihan dan kehancuran
bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat
lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi
tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan
dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar
bahkan sangat sayang dan selalu merindukan
ayahnya..
diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya
lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?
… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita
janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ”
katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-
raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah
terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi
sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik
itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan
dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah
minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua
tersebut menahan kepedihan dan kehancuran
bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat
lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi
tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan
dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar
bahkan sangat sayang dan selalu merindukan
ayahnya..
*mewek frontal
Banyak pelajaran hidup yang bisa kita dapatkan dari cerita diatas, saya yakin tanpa saya simpulkan, temen-temen bisa menyimpulkan sendiri, marilah kita menjadi pribadi yang lebih baik, bersama-sama menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Agar apa yang kita punyai dalam kehidupan yang sementara ini, bisa menjadi Catatan Indahnya Kehidupan. hehehehe.
Sampai jumpa di Catatan Berikutnyaaa kawaan......
0 comments:
Post a Comment